PATAH

ΞTuesday, November 7, 2006|→

PATAH


Aku berjalan di tepi trotoar. Hujan yang udah lama turun membuat jalan becek dan membenamkan sandal jepitku. Mungkin aku disangka orang miring, karena malam yang dingin dengan hujan gerimis dan angin yang bertiup kencang aku berjalan sendirian dengan t-shirt yang tipis. Tapi aku nggak peduli. Aku mencoba mengingat kembali kejadian tadi sore, saat dia mengucapkan kata maaf. Waktu aku bilang bahwa aku suka dia. Tak percaya aku.. tapi demi melihat wajahnya yang serius aku percaya. Mulutku kaku.

Kupandangi langit berharap ada satu bintang yang akan kulihat. Tapi ternyata mendung menghalangi bintang yang akan menerangi jalanku yang kian kelam. Aku terbayang pada Stan, teman baikku yang tadi bertemu aku di luar masjid. Waktu itu pas hujan deras. Aku keluar dari masjid dengan langkah gontai. Dia sengaja menungguku di dalam starletnya. Dia keluar dari mobilnya saat melihatku berhujan hujan

“Please, fren! Kamu jangan begini dong.”
Dia mengikuti langkahku yang entah kemana kakiku ini mencari tujuan. Tapi aku nggak ngejawab.
“Ayo, pulang. Kamu dari tadi belum pulang, kan. Nanti kamu sakit.”
Ternyata dia kasihan padaku.. tapi entah darimana dia mendapat kabar itu. Lalu dia memegang tanganku dan langkahku pun terhenti. Aku memandang wajahnya.
“Sorry, Stan”.


Aku kembali melangkahkan kakiku. Sedangkan Stan terdiam saja.
Hah. Aku menghela nafasku panjang panjang. Kulihat didepanku ada kios. Aku mampir untuk membeli rokok. Kukelurkan uang dari sakuku yang basah kuyup. Lalu aku menuju ke arah warung yang tutup karena hujan. Aku duduk dibangku. Kunyalakan rokokku. Aku jarang sekali ngrokok. Kalo dihitung hitung mungkin baru dua kali. Dan katanya rokok itu bisa menenangkan pikiran yang lagi kaco. Maka dari itu aku beli rokok. Hisapan pertama aku terbatuk-batuk. Tapi selanjutnya aku mulai terbiasa. Sambil menghisap kubayangkan kembali si dia. Saat pertama kali bertemu, saat aku kerumahnya, saat aku bercanda dengannya. Kenangan kenangan indah bersamanya membuat aku tersenyum. Wanita memang makhluk yang misterius dan sekaligus makhluk yang terkutuk. Mereka memberi harapan tapi ternyata hanya asa yang kosong. Rasanya aku pengen nangis saja kalo bisa.


Hujan masih membasahi tubuhku. Angin bertiup semakin kencang dan suara guntur terus bersahut-sahutan dan malam pun semakin kelam. Tak terasa sudah tiga batang rokok yang kuhabiskan membuat badanku lebih terasa hangat. Sekelilingku yang gelap dan sepi membuatku bosan. Aku bangkit untuk menyeberang jalan.


(Dari kejauhan ada mobil melaju cepat. Di dalamnya si sopir tenyata mabuk berat. Suara musik house membahana di mobil itu. Saat melewati jalan yang gelap tiba-tiba...
Ciiitttt. Mobil itu mengerem mendadak tetapi karena jalan yang licin dia merasa menabrak sesuatu. Sopir itu keluar dari mobilnya. Di depan mobilnya tergeletak seorang pemuda yang berlumuran darah. Di sebelah tangannya terdapat rokok yang masih menyala. Sopir itu kaget. Buru-buru ia masuk kembali kedalam mobil dan melarikan diri. Sedangkan pemuda tadi tergeletak tak berdaya. Darah yang keluar dari kepalanya terus hanyut dibawa air hujan. Gerimis yang tak kunjung reda membahasi seonggok tubuh yang terpatah-patah)



0 komentar: