Sore itu Jadmiko duduk di depan teras rumah sambil menikmati kopi hangat dan sebatang djarum super. Dia masih inget ditelpon ibunya tadi siang. Ibunya memberitahu dia bahwa keluarga di rumah sedang menyembelih seekor ayam dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW nanti malam yang di gelar di masjid di kampungnya. Dia tidak habis pikir kenapa dia hari ini lupa kalo nanti malam adalah malam 12 mulud (rabiul awal).
Hatinya merasa nggak nyaman sekali dan gundah. Dia mengingat-ingat sewaktu masih kecil, dalam memperingati maulud nabi, dia selalu ikut membaca kitab al-Barzanji yang diadakan di surau dekat rumahnya di kampung. Betapa senangnya dia dulu membaca kitab al-Barzanji, nyanyian syair indah dan puji-pujian yang dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar, yang diadakan rutin selama 12 hari dari selesai maghrib sampai Isya'.
Dan kini dia sekarang duduk di depan rumah kontrakan merasa gelisah. Merasa bersalah mengapa dia sampai lupa dan ingin segera pulang kampung menikmati indahnya memperingati hari kelahiran Nabi di kampungnya. Ya, sekarang dia tinggal di kota, di perantauan, sibuk mencari uang hingga melupakan semuanya. Memang sih, banyak kontradiksi mengenai peringatan hari kelahiran nabi ini, dan dia sadar di kota susah untuk menemukan masjid yang membaca kitab al-Barzanji, paling di pesantren-pesantren pinggiran kota. Haahhh!!!
Sebenarnya dia pengen membaca sholawat nabi sebanyak-banyaknya, dan melalui membaca kitab tipis itu, dia bisa melakukannya. Dia juga rindu akan nyanyi puji-pujian yang dilantunkan, tapi dia malah stress, karena nggak mampu mengingatnya barang satu baris pun. Apa yang harus diperbuatnya untuk menyatakan rasa cintanya kepada Nabi???
Dia kembali teringat akan pesan ibunya, "Nak, ketika sedang susah, banyaklah bershalawat", nah, hampir selama di kota ini dia nggak pernah bersholawat, paling saat membaca takhiyat akhir. Dia teringat akan sebuah shalawat, yaitu sahalawat nariyah. Dia mencoba membacanya, tapi baru "Allahumma sholli sholatan, kamilatan wa salim salaman, tamman 'ala sayyidina muhammadin....", dia sudah sangat lupa kelanjutannya. Ada apa ini. Apa setan telah merasukinya begitu dalam sehingga nggak mampu untuk mengeluarkan sebuah shalawat. Stress dia dan gelisah.
Dia menghela nafas dan menghabiskan kopinya, mencoba menenangkan dirinya. Dia masuk rumah dan duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah tape-radio kesayangan yang di belinya pas jaman SMA dengan kerinagtnya sendiri.
"Alhamdulillah, ya Allah!!", serunya.
Kemudian dia bangkit menuju tape sony yang sudah cukup usang karena tidak pernah disetel, lalu mencari tumpukan kaset yang berada di rak dibawahnya. Dia kemudian tersenyum mengambil sebuah kaset dengan cover bertuliskan Cinta Rasul-Haddad Alwi. Kemudian di stelnya dengan cuara agak kencang. Dia kemudian duduk lagi di sofa dengan khusu' mendengar dan ikut menyanyi lagu-lagu cinta kepada rasul. Hatinya tiba-tiba tenang dan nyaman.
"Ya, Allah, ampuni hambamu ini yang telah lupa kepadamu, telah di sibukkan akan dunia ini. Engkau adalah Maha Pengampun dan Pengasih" dalam hati Jadmiko berkata.
Hatinya merasa nggak nyaman sekali dan gundah. Dia mengingat-ingat sewaktu masih kecil, dalam memperingati maulud nabi, dia selalu ikut membaca kitab al-Barzanji yang diadakan di surau dekat rumahnya di kampung. Betapa senangnya dia dulu membaca kitab al-Barzanji, nyanyian syair indah dan puji-pujian yang dihaturkan kepada junjungan Nabi Besar, yang diadakan rutin selama 12 hari dari selesai maghrib sampai Isya'.
Dan kini dia sekarang duduk di depan rumah kontrakan merasa gelisah. Merasa bersalah mengapa dia sampai lupa dan ingin segera pulang kampung menikmati indahnya memperingati hari kelahiran Nabi di kampungnya. Ya, sekarang dia tinggal di kota, di perantauan, sibuk mencari uang hingga melupakan semuanya. Memang sih, banyak kontradiksi mengenai peringatan hari kelahiran nabi ini, dan dia sadar di kota susah untuk menemukan masjid yang membaca kitab al-Barzanji, paling di pesantren-pesantren pinggiran kota. Haahhh!!!
Sebenarnya dia pengen membaca sholawat nabi sebanyak-banyaknya, dan melalui membaca kitab tipis itu, dia bisa melakukannya. Dia juga rindu akan nyanyi puji-pujian yang dilantunkan, tapi dia malah stress, karena nggak mampu mengingatnya barang satu baris pun. Apa yang harus diperbuatnya untuk menyatakan rasa cintanya kepada Nabi???
Dia kembali teringat akan pesan ibunya, "Nak, ketika sedang susah, banyaklah bershalawat", nah, hampir selama di kota ini dia nggak pernah bersholawat, paling saat membaca takhiyat akhir. Dia teringat akan sebuah shalawat, yaitu sahalawat nariyah. Dia mencoba membacanya, tapi baru "Allahumma sholli sholatan, kamilatan wa salim salaman, tamman 'ala sayyidina muhammadin....", dia sudah sangat lupa kelanjutannya. Ada apa ini. Apa setan telah merasukinya begitu dalam sehingga nggak mampu untuk mengeluarkan sebuah shalawat. Stress dia dan gelisah.
Dia menghela nafas dan menghabiskan kopinya, mencoba menenangkan dirinya. Dia masuk rumah dan duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah tape-radio kesayangan yang di belinya pas jaman SMA dengan kerinagtnya sendiri.
"Alhamdulillah, ya Allah!!", serunya.
Kemudian dia bangkit menuju tape sony yang sudah cukup usang karena tidak pernah disetel, lalu mencari tumpukan kaset yang berada di rak dibawahnya. Dia kemudian tersenyum mengambil sebuah kaset dengan cover bertuliskan Cinta Rasul-Haddad Alwi. Kemudian di stelnya dengan cuara agak kencang. Dia kemudian duduk lagi di sofa dengan khusu' mendengar dan ikut menyanyi lagu-lagu cinta kepada rasul. Hatinya tiba-tiba tenang dan nyaman.
"Ya, Allah, ampuni hambamu ini yang telah lupa kepadamu, telah di sibukkan akan dunia ini. Engkau adalah Maha Pengampun dan Pengasih" dalam hati Jadmiko berkata.
0 komentar:
Post a Comment